Minggu, 02 Maret 2014

pengolahan minyak ikan hiu dan tulang ikan hiu menjadi gelatin



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
            Pada umumnya ikan hiu merupakan sumber gizi bagi kehidupan manusia serta sebagai sumber minyak dan protein. Pengolahan minyak ikan hiu serta tulang ikan hiu menjadi salah satu peluang investasi dan penyerapan tenaga kerja bahkan mampu meningkatkan devisa Negara. Selain itu, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat pada berbagai tingkat umur akan pentingnya kesehatan, meningkat pula kebutuhan akan asupan nutrisi seperti vitamin, mineral, serat, dan asam lemak sehingga pengembangan minyak serta tulang ikan hiu dapat memenuhi asupan masyarakat terutama pada anak-anak. Minyak ikan sebagai solusi terhadap kurangnya konsumsi ikan laut oleh masyarakat Indonesia sehingga pemanfaatan budidaya ikan laut tidak hanya diekspor tetapi juga harus cukup dikonsumsi masyarakat Indonesia guna memenuhi asupan gizi serta meningkatkan kecerdasan anak. Sama halnya dengan tulang ikan hiu dianggap tidak berguna sama sekali namun ternyata bisa diolah menjadi sebuah produk yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia salah satunya pembuatan  gelatin  (Moeljanto, 1982).

 1.2  Rumusan Masalah
       Adapun rumusan masalah yang dibahas terkait dengan uraian di atas antara lain:
1.       Bagaimana proses pengolahan minyak ikan hiu?
2.      Bagaimana proses pengolahan tulang ikan hiu menjadi gelatin?


1.3  Tujuan
 Tujuan dari uraian di atas adalah:
1.   Mengetahui proses pengolahan minyak ikan hiu.
2. Mengetahui proses pengolahan tulang ikan hiu menjadi gelatin.




















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Minyak Hati ikan Hiu

            Ikan hiu merupakan sumber terbesar  bahan baku pembuatan minyak ikan. Ikan hiu dapat diklasifikasikan sebagai ikan berlemak walaupun kandungan lemaknya 0,3%. Akan tetapi besar kandungan lemak ini tergantung pada jenisnya. Minyak hati ikan hiu ini adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya manfaat. Itu karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid/PUFA) di dalamnya akan membantu proses tumbuh kembang otak (kecerdasan), serta perkembangan indra penglihatan dan sistem kekebalan tubuh bayi dan balita. Selain itu, minyak hati ikan hiu  mengandung vitamin A dan D, dua jenis vitamin yang larut dalam lemak dengan jumlah tinggi. Manfaat vitamin A yaitu membantu proses perkembangan mata, sedangkan vitamin D untuk membantu proses pertumbuhan dan pembentukan tulang yang kuat. Kadar vitamin ini dalam tubuh ikan akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Umumnya kadar vitamin A dalam minyak ikan berkisar antara 1.000-1.000.000 SI (Standar Internasional) per gram, sementara vitamin D sekitar 50-30.000 SI per gram (Moeljanto, 1982).
2.1.1 Proses Pembuatan Minyak Hati Ikan Hiu
            Minyak ikan diperoleh dengan cara ekstraksi. Ekstraksi minyak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan. Cara ekstraksi yang biasa dilakukan adalah metode Wet Rendering yaitu proses yang umumnya digunakan untuk membuat tepung ikan. Tahap proses ini meliputi kombinasi perebusan dan pengeringan dengan menggunakan uap panas pada keadaan hampa. Pengadukan secara lambat dilakukan selama pengeringan dan dilakukan pengepresan untuk memisahkan daging dan minyak ikan. Tahapan-tahapan pemurnian minyak ikan, yaitu penyaringan, netralisasi, pemisahan sabun, pemucatan dan deodorisasi.
Tujuan dari pemurnian minyak ikan adalah untuk menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik, dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi dan digunakan sebagai bahan mentah dalam industry. Kualitas minyak ikan yang dihasilkan pada proses pemurnian tergantung pada cara penyimpanan dan penanganan ikan sebelum dimurnikan.
Tahap –tahap pemurnian minyak ikan hiu antara lain:
ü  Penyaringan
tahap penyaringan, minyak ikan yang diperoleh sebagai hasil damping pengolahan tepung ikan atau ikan kaleng disaring terlebih dahulu dengan penyaring kawat untuk memisahkan kotoran-kotoran visual seperti sisa daging dan gumpalan protein.
ü  Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya. Faktor –faktor yang mempengaruhi proses netralisasi adalah suhu, pengadukan dan pencucian.
ü  Penyabunan
Penyabunan adalah asam lemak bersifat tidak larut dalam air tetapi dapat terdispersi menjadi NaOH atau KOH encer yang dapat mengubah asam lemak menjadi sabun. Minyak yang telah dinetralkan dibiarkan beberapa saat supaya terjadi pemisahan sabun yang terbentuk. Lapisan sabun berada pada lapisan bawah dan lapisan minyak pada bagian atas. Kemudian sabun tersebut diambil. Untuk menghilangkan sabun-sabun yang masih tersisa, pada minyak ikan ditambahkan air panas sambil diaduk dan kemudian dibiarkan supaya terjadi pemisahan minyak dan air. Setelah itu air yang terpisah dibuang.
ü  Pemucatan
 Pemucatan ialah suatu proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan atau memucatkan warna yang tidak disukai dan menghilangkan getah (gum) yang ada dalam minyak. Pemucatan dilakukan dengan penambahan adsorben, umumnya dilakukan dalam ketele yang dilengkapi dengan pipa uap dan alat penghampa udara. Faktor yang mempengaruhi pemucatan adalah suhu, waktu, tekanan.
ü  Deodorasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorasi, yaitu penyulingan minyak dengan uap panas. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompa minyak ke dalam ketelen deodorasi. Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-2500C  sambil dialiri uap panas selama 4-6 jam untuk mengangkut senyawa yang dapat menguap. Setelah proses deodorisasi selesai, minyak ikan kemudian didinginkan sehingga suhu menjadi kurang lebih 840C dan selanjutnya minyak ikan dikeluarkan.
ü  Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi ketidakjenuhan minyak atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis. Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator.
      Nikel merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses hidrogenasi daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini karena nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga mengandung sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter dalam proses hidrogenasi minyak




2.2 Pengolahan Tulang Ikan Hiu
            Tulang ikan hiu yang termasuk jenis tulang rawan mengandung kolagen, sehingga memungkinkan pemanfaatannya sebagai bahan baku gelatin. Gelatin memiliki berbagai kegunaan antara lain sebagai bahan pengental, stabilisator dan emulsifier. Pada 1996-an mulai diteliti pemanfaatan tulang ikan hiu kearah pengobatan kanker dan tumor dengan ditemukannya kandungan selenium,  dalam tulang ikan hiu yang meningkatkan nilai guna tulang ikan hiu.
Dalam industri pangan, gelatin biasanya digunakan sebagai salah satu bahan baku pembuatan permen, jeli dan es krim. Gelatin berfungsi sebagai pengental, stabilisator dan emulsifier. Zat gelatin yang tanpa kita sadari selalu dikonsumsi ini ternyata banyak sekali manfaatnya bagi tubuh kita diantaranya:
·         Gelatin dapat bermanfaat untuk pertumbuhan otot dan metabolisme tubuh.
·         Gelatin bisa menimbulkan rasa kenyang, sehingga bagus bagi anda yang sedang diet.
·         Gelatin membantu menjaga keseimbangan tubuh.
·         Gelatin yang mengandung protein kolagen tinggi, dapat membantu menjaga kulit anda agar tetap halus dan lembut.
·         Gelatin juga dapat memperkuat akar rambut sehingga rambut tampak sehat dan bercahaya.
·         Gelatin sangat baik bagi perkembangan kuku anda, karena dapat memperkuat kuku sehingga tidak mudah patah.
·         Gelatin sangat baik untuk tulang anda, karena membantu menghasilkan zat glikoprotein dan asam amino prolin.
2.2.1 Struktur kimia gelatin
            Struktur gelatin terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Rantai asam amino dominan yang terdapat dalam gelatin adalah glisyn (26-34%), prolin (10-18%) dan hidroksiprolin (7-15%). Beberapa jenis asam amino lain terdapat pula dalam gelatin, misalnya alanin (8-11%), arginin   (8-9%), asam aspartat (6-7%) dan asam glutamat (10-12%). Meskipun demikian gelatin bukan merupakan protein yang lengkap. Hal ini karena gelatin tidak mengandung asam amino triptofan dan hanya sedikit mengandung asam amino isoleusin, treonin, metionin, sistein, dan sistin.
Berikut ini adalah gambar Struktur Kimia Gelatin

2.2.2 Proses Pengolahan Tulang Ikan Hiu Menjadi Bahan Gelatin
            Adapun proses pembuatan gelatin dari tulang ikan hiu adalah sebagai berikut:
Proses pembuatan gelatin dimulai dengan persiapan bahan baku dengan membersihkan tulang belakang ikan hiu dan dipotong dengan ukuran 1.5–2.0 cm. Potongan tulang hiu direndam dalam larutan HCl 4% selama 30 jam. Konsentrasi ini sesuai dengan hasil penelitian yaitu pada konsentrasi 1-3% sedikit dihasilkan gelatin dan pada konsentrasi 5% berwarna hitam, sedangkan konsentrasi HCl lainnya menghasilkan gelatin berwarna lebih terang. Setelah 30 jam, tulang Hiu diangkat dan dicuci dengan air mengalir. Tulang hiu yang telah mengembang yang merupakan kolagen terhidrolisis diekstraksi dengan metode Marchaban (1992) yaitu Ekstraksi pada suhu 55-65°C selama 5 jam, Ekstraksi pada suhu 65-75°C selama 5 jam dan Ekstraksi pada suhu 75-85°C selama 5 jam. Hasil ekstraksi disaring dengan kain saring untuk mendapatkan filtrate yang kemudian dikeringkan pada suhu 30-60°C, kemudian digiling halus ( Winarno, 1995).


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

            Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a.                   Minyak hati ikan hiu diperoleh dengan cara melakukan ekstraksi dan biasanya dilakukan dengan metode Wet Rendering.
b.                  Gelatin merupakan suatu jenis protein yang biasa diekstraksi dari jaringan kolagen ikan hiu dan mempunyai berat molekul yang sangat tinggi berkisar 20.000 – 250.000.


3.2  SARAN

            Dengan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua dalam mengelola ikan hiu dan memanfaatkan semuanya tanpa membuang beberapa bagian yang dianggap tidak perlu untuk dikonsumsi.







DAFTAR PUSTAKA
Adi, Moeljanto. 1982. Ekstraksi Minyak Hati Ikan. Jakarta: Gramedia.
Oktav, Winarno.1995. Sifat Kimia Gelatin. Jakarta: Gramedia.

pengolahan ikan hiu asap dan surimi



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
            Hiu adalah sekelompok  ikan dengan kerangka tulang rawan yang lengkap dan tubuh yang ramping.Ikan hiu adalah jenis ikan non-ekonomis yang kurang diminati untuk dikonsumsi di Indonesia. Jenis ikan ini biasa tertangkap sebagai ikan hasil tangkapan samping. Masalah pada ikan tersebut adalah timbulnya aroma pesing ketika dikonsumsi. Bau disebabkan karena ikan tersebut mengandung urea dalam jumlah yang tinggi (1-2,5%) didalam darah dan jaringannya, sebagai bagian dalam kemampuannya untuk mempertahankan tekanan tubuhnya dari tekanan air laut (aktivitas osmoregulasi). Aroma tidak sedap tersebut menyebabkan rendahnya harga jualnya, sehingga memicu nelayan untuk mengambil bagian tubuh tertentu saja, yang terbatas pada sirip dan kulitnya, sedangkan dagingnya dibuang kembali ke laut atau diolah tradisional (sebagian besar menjadi ikan asin). Upaya pengolahan ikan hiu menjadi surimi maupun ikan asap dinilai mampu meningkatkan nilai ekonomisnya.

 1.2  Rumusan Masalah
       Adapun rumusan masalah yang dibahas terkait dengan uraian di atas antara lain:
1.       Bagaimana proses pengolahan hiu asap?
2.      Bagaimana proses pengolahan daging ikan hiu menjadi surimi?



1.3  Tujuan
 Tujuan dari uraian di atas adalah:
1.   Mengetahui proses pengolahan hiu asap.
2. Mengetahui proses pengolahan daging ikan hiu menjadi surimi.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ikan asap
            Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah bisa dikonsumsi.Proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktifitas penggaraman, penggeringan dan pengasapan. Adapun tujuan utama proses penggaraman dan penggeringan adalah membunuh bakteri dan membantu mempermudah melekatnya partikel-partikel asap waktu proses pengasapan berlangsung. Dalam proses pengasapan,unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Pada pengasapan menghasilkan efek pengawetan yang berasal dari beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalamnya (Moeljanto, 1982).
            Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas
a.       Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 500C dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu.
b.      Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap.Suhu sekitar 70 – 1000C, lamanya pengasapan 2 – 4 jam.
Asap merupakan dispersi uap asap dalam udara, yang dihasikan dari proses distilasi kering atau pirolisa biomasa seperti kayu cemara , kulit kayu, tempurung, sabut, bambu, daun, dan lain sebagainya. Namun yang paling baik untuk digunakan adalah kayu dari pohon cemara. Proses pirolisa ini berjalan secara bertahap diawali penghilangan air biomasa pada suhu 120-150°C, diikuti tahap kedua proses pirolisa hemiselulosa pada suhu 150-200°C, kemudian tahap ketiga proses pirolisa selulosa pada suhu 250-300 "C, dilanjutkan tahap keempat proses pirolisa lignin pada suhu 400 oC. Pada tahap lebih lanjut proses pirolisa akan menghasilkan senyawa-senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi seperti fenol, tar dan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang terjadi pada suhu >500 oC.
Hemiselulosa tersusun dari pentosan (C51-1804) dan heksosan (C6H1005)n. Pirolisa pentosan akan menghasilkan furfural, furan dan derivatnya bersama-sama dengan rantai panjang asam karboksilat sedangkan pirolisa heksosan bersama-sama dengan selulosa membentuk asam asetat dan homolognya (Girrard, 2008).
Selulosa merupakan rantai panjang lurus dari molekul gula atau polisakarida yang tersusun dan unit glukosa sebagai polimer selulosa. Pirolisa selulosa tahap pertama menghasilkan glukosa, dan reaksi kedua adalah pembentukan asam asetat dan homolognya, bersama¬sama dengan air dan kadang-kadang bersama-sama lignin membentuk furan dan fenol.
Lignin terdiri dari sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Pirolisa lignin cukup penting karena menghasilkan flavor yang dihasilkan oleh adanya senyawa-senyawa derivat yang termasuk fenol dan ester fenolik seperti guaikol dan siringol bersama¬sama dengan homolog dan derivatnya. Dari basil pirolisa hemiselulosa, selulosa dan lignin tersebut didapatkan lebih dari 400 senyawa, diantara senyawa tersebut terdapat 48 jenis asam, 21 jenis alkohol, 131 jenis karbonil, 22 jenis ester, 46 jenis furan, 16 jenis keton, dan 71 jenis penol.

Cara membuat ikan hiu asap
1.                   Membersihkan ikan hiu dari kotoran
2.                   Membuat larutan garam
3.                  Merendam ikan dalam larutan garam tersebut selama 30 – 60 menit dan beri pemberat di atasnya agar tidak terapung.
4.                  Mencuci ikan kemudian ditiriskan sambil diangin-anginkan sampai permukaan ikan kelihatan kering.Penirisan ikan dengan cara menggantung ikan pada kawat.
5.                  Menyalakan kayu bakar dalam rumah asap
6.                  Mengatur ikan di atas rak pengasapan kemudian melakukan proses pengasapan sampai ikan matang dan berwarna kuning kecoklatan mengkilap.
GRAFIK

Teknologi pengawetan ikan hiu asap
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan yaitu penggaraman, pengeringan, pemanasan, dan pengaspannya sendiri.
Ø    Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasap. Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Penggaraman ini dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan sekaligus bisa membuat dagingnya menjadi enak.
Ø    Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam rumah asap yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan member efek pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu proses pengeringan mempunyai peranan yang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.
Ø    Pemanasan
Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk pengasapan harus diperpanjang. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan mengupakan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan.
Ø    Pengasapan
   Pada pengasapan dingin, produk ikan secara perlahan diasapi dengan temperatur yang rendah (15-30 oC) untuk mencegah koagulasi dari protein otot. Bahan dasarnya bisa segar atau beku. Pengasapan dingin biasanya diterapkan di daerah beriklim sedang. Sedangkan di Indonesia pengasapan dingin jarang digunakan. Spesies ikan tropis dapat di asap secara dingin pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan spesies ikan yang berasal dari perairan beriklim sedang karena proteinnya terdenaturasi pada suhu yang lebih tinggi.
Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui aroma dari asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap. Pengasapan panas menggunakan suhu yang cukup yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.  Pengasapan panas pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara perlahan. Pada pengasapan panas terjadi penyerapan asap, ikan cepat menjadi matang tetapi kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama.
Potensi asap dapat memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah kerusakan akibat aktivitas bakteri pembusuk dan patogen. Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam destilat asap cair adalah senyawa fenol dan asam. Senyawa fenol dapat menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang fase lag secara proporsional di dalam produk, sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tetap tidak berubah kecuali konsentrasi fenol yang tinggi. Fraksi fenol yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri adalah fenol dengan titik didih rendah. Asam lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri dari pada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan kemampuan penghambatan yang lebih besar daripada masing-masing senyawa.
 Selain senyawa fenol masih ada senyawa lain yang berperanan menghambat perturnbuhan bakteri yaitu urotropin sebagai derivat dari piridin dan senyawa pirolignin. Komponen antioksidatif asap adalah senyawa fenol yang bertindak sehagai donor hidrogen dan biasanya efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat reaksi oksidasi. Sifat antioksidatif asap disebabkan oleh fenol (titik didih tinggi) terutama 2,6 dimetoksifenol, 2-6 dimetoksi-4-metilfenol dan 2-6-dimetoksi-4- etilfenol. Fenol (bertitik didih rendah) menunjukkan sifat antioksidatif yang lemah. Derivat senyawa fenol dalam asap cair yang juga bersifat antioksidatif adalah pirokatekol, hidroquinon, guaikol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisildehid, asam 2-hidroksibenzoat dan asam 4- hidroksihenzoat (Moeljanto, 1982).
Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
ü    Daya awet ikan
Dengan proses pengasapan dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri –bakteri pembusuk. Namun jumlah zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.

ü    Rupa ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia diantara zat-zat yang terdapat di dalam asap yaitu formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan dammar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap.
ü    Warna ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjdinya rekasi kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara.
ü    Rasa ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol.


2.2 Pengolahan Surimi
            Surimi adalah daging ikan yang sudah dipisahkan dari sisik tulang dan kepala serta ampas lainnya. Surimi merupakan produk olahan setengah jadi (intermediate product) berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan food additive (cryoprotectant) dan pembekuan. Fungsi cryoprotectant adalah untuk melindungi sel dari kerusakan akibat suhu nitrogen cair yang terlalu rendah. Peralatan pembekuan dan fasilitas penyimpanan beku penting untuk menjaga kualitas surimi (Okada, 1992).
Adapun cara pengolahannya yaitu
ü    Ikan yang akan diolah menjadi surimi dapat berasal dari berbagai sumber. Langkah awal yang harus dilakukan adalah membersihkan ikan dengan air dan es  agar kotoran yang menempel dapat dipisahkan dari tubuh ikan. Penggunaan es dimaksudkan agar protein yang terkandung di tubuh ikan tidak rusak. Setelah memotong kepalanya, badan ikan ditimbang untuk mengetahui berat bersih bahan baku tersebut. Daging ikan yang sudah ditimbang tersebut dimasukkan ke dalam wadah untuk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan.
ü    Ikan yang disimpan tadi kemudian dimasukkan ke dalam sebuah mesin yang disebut separator. Alat ini bertujuan menghancur – leburkan badan ikan sehingga akan terjadi pemisahan daging, kulit, sisik, dan tulang ikan.
ü    Daging yang sudah terpisah tersebut dialirkan ke mesin pencucian A untuk memisahkan ampas yang menempel dari daging ikan. Campuran ini kemudian diaduk merata oleh mesin sehingga permukaan air menyentuh bibir tong. Ketika propeller dimatikan, daging ikan tidak mengendap dan airnya dibuang.
ü    Tahap selanjutnya adalah pencucian kedua di dalam teaching tank yang bertujuan membantu pada saat proses pengurangan kadar air. Cara kerjanya hamper sama dengan mesin pencuci A, hanya saja frekuensi putarannya lebih tinggi yaitu 2 atau 3 kali lebih banyak atau sesuai kebutuhan serta dengan menambahkan air garam.
ü    Daging ikan dari pencucian kedua kemudian ditampung dalam big tank yang berfungsi sebagai penampungan terakhir untuk daging ikan yang telah hancur lebur tadi. Jika sudah berbentuk seperti bubur, daging ikan ini dapat dianggap sebagai bahan baku sudah bersih.
ü    Untuk memisahkan daging ikan dan sisa ampas yang di dalamnya, bubur daging ikan kemudian disaring oleh dinding refiner yang merupakan selimut dan tabung silinder sehingga daging keluar melalui lubang pen sementara sisa ampas akan keluar melalui ujung tabung yang lain.
ü    Surimi tersebut kemudian dicetak dengan mesin yang disebut filling machine. Daging yang digiling dimasukkan ke dalam mesin pencetak yang memiliki ulir berfungsi mendorong daging ke arah cetakan yang berbentuk persegi empat.
ü    Kepingan surimi disusun di atas piring cetakan yang terdapat di dalam freezer. Tumpukan kepingan surimi tersebut kemudian ditekan dengan pompa agar selama proses pembekuan tidak terjadi perubahan bentuk surimi.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

            Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a.                   Ikan yang diawetkan dengan pengasapan hanya mempunyai daya awet yng relative singkat, tergantung kepada kesegaran ikan yang dipakai, lama pengasapan, banyaknya asap yang terserap, serta kadar garam dan kadar air pada produk akhir.

b.                  Surimi adalah salah satu jenis olahan makanan yang bahan dasarnya dengan menggunakan daging ikan hiu.Dalam pengelolaan surimi perlu yang namanya penambahan sukrosa. Selain sebagai penambah kualitas rasa, Namun juga bisa mempertahankan tingkat kerusakan dan kebusukan.


3.2  SARAN

            Dengan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua dalam mengelola ikan hiu dan memanfaatkan semuanya tanpa membuang beberapa bagian yang dianggap tidak perlu untuk dikonsumsi.





DAFTAR PUSTAKA

Adi, Moeljanto. 1982. Asap  Kayu  dan aplikasinya untuk perbaikan warna dan pengawetan kayu. Jakarta: Gramedia.

Darmadji, Okada. 1992 Teknologi Asap  Dan Aplikasinya  Pada Pangan Dan Hasil Pertanian. Jakarta: Gramedia.

Young Hun- Park, Girrard. 2008. Kadar benzopyren produk-produk asapan tradisional. Yogyakarta: Kanisius