Minggu, 02 Maret 2014

pengolahan ikan hiu asap dan surimi



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
            Hiu adalah sekelompok  ikan dengan kerangka tulang rawan yang lengkap dan tubuh yang ramping.Ikan hiu adalah jenis ikan non-ekonomis yang kurang diminati untuk dikonsumsi di Indonesia. Jenis ikan ini biasa tertangkap sebagai ikan hasil tangkapan samping. Masalah pada ikan tersebut adalah timbulnya aroma pesing ketika dikonsumsi. Bau disebabkan karena ikan tersebut mengandung urea dalam jumlah yang tinggi (1-2,5%) didalam darah dan jaringannya, sebagai bagian dalam kemampuannya untuk mempertahankan tekanan tubuhnya dari tekanan air laut (aktivitas osmoregulasi). Aroma tidak sedap tersebut menyebabkan rendahnya harga jualnya, sehingga memicu nelayan untuk mengambil bagian tubuh tertentu saja, yang terbatas pada sirip dan kulitnya, sedangkan dagingnya dibuang kembali ke laut atau diolah tradisional (sebagian besar menjadi ikan asin). Upaya pengolahan ikan hiu menjadi surimi maupun ikan asap dinilai mampu meningkatkan nilai ekonomisnya.

 1.2  Rumusan Masalah
       Adapun rumusan masalah yang dibahas terkait dengan uraian di atas antara lain:
1.       Bagaimana proses pengolahan hiu asap?
2.      Bagaimana proses pengolahan daging ikan hiu menjadi surimi?



1.3  Tujuan
 Tujuan dari uraian di atas adalah:
1.   Mengetahui proses pengolahan hiu asap.
2. Mengetahui proses pengolahan daging ikan hiu menjadi surimi.





















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Ikan asap
            Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah bisa dikonsumsi.Proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktifitas penggaraman, penggeringan dan pengasapan. Adapun tujuan utama proses penggaraman dan penggeringan adalah membunuh bakteri dan membantu mempermudah melekatnya partikel-partikel asap waktu proses pengasapan berlangsung. Dalam proses pengasapan,unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Pada pengasapan menghasilkan efek pengawetan yang berasal dari beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalamnya (Moeljanto, 1982).
            Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas
a.       Pengasapan dingin (cold smoking) adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 500C dengan lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu.
b.      Pengasapan panas (hot smoking) adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan sumber asap.Suhu sekitar 70 – 1000C, lamanya pengasapan 2 – 4 jam.
Asap merupakan dispersi uap asap dalam udara, yang dihasikan dari proses distilasi kering atau pirolisa biomasa seperti kayu cemara , kulit kayu, tempurung, sabut, bambu, daun, dan lain sebagainya. Namun yang paling baik untuk digunakan adalah kayu dari pohon cemara. Proses pirolisa ini berjalan secara bertahap diawali penghilangan air biomasa pada suhu 120-150°C, diikuti tahap kedua proses pirolisa hemiselulosa pada suhu 150-200°C, kemudian tahap ketiga proses pirolisa selulosa pada suhu 250-300 "C, dilanjutkan tahap keempat proses pirolisa lignin pada suhu 400 oC. Pada tahap lebih lanjut proses pirolisa akan menghasilkan senyawa-senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi seperti fenol, tar dan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang terjadi pada suhu >500 oC.
Hemiselulosa tersusun dari pentosan (C51-1804) dan heksosan (C6H1005)n. Pirolisa pentosan akan menghasilkan furfural, furan dan derivatnya bersama-sama dengan rantai panjang asam karboksilat sedangkan pirolisa heksosan bersama-sama dengan selulosa membentuk asam asetat dan homolognya (Girrard, 2008).
Selulosa merupakan rantai panjang lurus dari molekul gula atau polisakarida yang tersusun dan unit glukosa sebagai polimer selulosa. Pirolisa selulosa tahap pertama menghasilkan glukosa, dan reaksi kedua adalah pembentukan asam asetat dan homolognya, bersama¬sama dengan air dan kadang-kadang bersama-sama lignin membentuk furan dan fenol.
Lignin terdiri dari sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropana. Pirolisa lignin cukup penting karena menghasilkan flavor yang dihasilkan oleh adanya senyawa-senyawa derivat yang termasuk fenol dan ester fenolik seperti guaikol dan siringol bersama¬sama dengan homolog dan derivatnya. Dari basil pirolisa hemiselulosa, selulosa dan lignin tersebut didapatkan lebih dari 400 senyawa, diantara senyawa tersebut terdapat 48 jenis asam, 21 jenis alkohol, 131 jenis karbonil, 22 jenis ester, 46 jenis furan, 16 jenis keton, dan 71 jenis penol.

Cara membuat ikan hiu asap
1.                   Membersihkan ikan hiu dari kotoran
2.                   Membuat larutan garam
3.                  Merendam ikan dalam larutan garam tersebut selama 30 – 60 menit dan beri pemberat di atasnya agar tidak terapung.
4.                  Mencuci ikan kemudian ditiriskan sambil diangin-anginkan sampai permukaan ikan kelihatan kering.Penirisan ikan dengan cara menggantung ikan pada kawat.
5.                  Menyalakan kayu bakar dalam rumah asap
6.                  Mengatur ikan di atas rak pengasapan kemudian melakukan proses pengasapan sampai ikan matang dan berwarna kuning kecoklatan mengkilap.
GRAFIK

Teknologi pengawetan ikan hiu asap
Pada pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan yaitu penggaraman, pengeringan, pemanasan, dan pengaspannya sendiri.
Ø    Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum ikan diasap. Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Penggaraman ini dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan sekaligus bisa membuat dagingnya menjadi enak.
Ø    Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan ditiriskan dimasukkan ke dalam rumah asap yang berisi asap panas hasil pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami pengeringan. Hal ini akan member efek pengawetan karena bakteri-bakteri pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu proses pengeringan mempunyai peranan yang sangat penting dan ketahanan mutu produk tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.
Ø    Pemanasan
Untuk meningkatkan daya awet ikan, waktu untuk pengasapan harus diperpanjang. Suhu yang tinggi dapat menghentikan aktifitas enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan mengupakan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan.
Ø    Pengasapan
   Pada pengasapan dingin, produk ikan secara perlahan diasapi dengan temperatur yang rendah (15-30 oC) untuk mencegah koagulasi dari protein otot. Bahan dasarnya bisa segar atau beku. Pengasapan dingin biasanya diterapkan di daerah beriklim sedang. Sedangkan di Indonesia pengasapan dingin jarang digunakan. Spesies ikan tropis dapat di asap secara dingin pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan spesies ikan yang berasal dari perairan beriklim sedang karena proteinnya terdenaturasi pada suhu yang lebih tinggi.
Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma melalui aroma dari asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat asap. Pengasapan panas menggunakan suhu yang cukup yaitu 80-90oC. Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek yaitu 3-8 jam dan bahkan ada yang hanya 2 jam Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap.  Pengasapan panas pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara perlahan. Pada pengasapan panas terjadi penyerapan asap, ikan cepat menjadi matang tetapi kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama.
Potensi asap dapat memperpanjang masa simpan produk dengan mencegah kerusakan akibat aktivitas bakteri pembusuk dan patogen. Senyawa yang mendukung sifat antibakteri dalam destilat asap cair adalah senyawa fenol dan asam. Senyawa fenol dapat menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan memperpanjang fase lag secara proporsional di dalam produk, sedangkan kecepatan pertumbuhan dalam fase eksponensial tetap tidak berubah kecuali konsentrasi fenol yang tinggi. Fraksi fenol yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri adalah fenol dengan titik didih rendah. Asam lebih kuat menghambat pertumbuhan bakteri dari pada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan menghasilkan kemampuan penghambatan yang lebih besar daripada masing-masing senyawa.
 Selain senyawa fenol masih ada senyawa lain yang berperanan menghambat perturnbuhan bakteri yaitu urotropin sebagai derivat dari piridin dan senyawa pirolignin. Komponen antioksidatif asap adalah senyawa fenol yang bertindak sehagai donor hidrogen dan biasanya efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat reaksi oksidasi. Sifat antioksidatif asap disebabkan oleh fenol (titik didih tinggi) terutama 2,6 dimetoksifenol, 2-6 dimetoksi-4-metilfenol dan 2-6-dimetoksi-4- etilfenol. Fenol (bertitik didih rendah) menunjukkan sifat antioksidatif yang lemah. Derivat senyawa fenol dalam asap cair yang juga bersifat antioksidatif adalah pirokatekol, hidroquinon, guaikol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisildehid, asam 2-hidroksibenzoat dan asam 4- hidroksihenzoat (Moeljanto, 1982).
Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang Diasap
ü    Daya awet ikan
Dengan proses pengasapan dapat menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri –bakteri pembusuk. Namun jumlah zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga daya awetnya sangat terbatas.

ü    Rupa ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi-reaksi kimia diantara zat-zat yang terdapat di dalam asap yaitu formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan dammar tiruan pada permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap.
ü    Warna ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjdinya rekasi kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara.
ü    Rasa ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa yang sangat spesifik yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol.


2.2 Pengolahan Surimi
            Surimi adalah daging ikan yang sudah dipisahkan dari sisik tulang dan kepala serta ampas lainnya. Surimi merupakan produk olahan setengah jadi (intermediate product) berupa hancuran daging ikan yang mengalami proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan food additive (cryoprotectant) dan pembekuan. Fungsi cryoprotectant adalah untuk melindungi sel dari kerusakan akibat suhu nitrogen cair yang terlalu rendah. Peralatan pembekuan dan fasilitas penyimpanan beku penting untuk menjaga kualitas surimi (Okada, 1992).
Adapun cara pengolahannya yaitu
ü    Ikan yang akan diolah menjadi surimi dapat berasal dari berbagai sumber. Langkah awal yang harus dilakukan adalah membersihkan ikan dengan air dan es  agar kotoran yang menempel dapat dipisahkan dari tubuh ikan. Penggunaan es dimaksudkan agar protein yang terkandung di tubuh ikan tidak rusak. Setelah memotong kepalanya, badan ikan ditimbang untuk mengetahui berat bersih bahan baku tersebut. Daging ikan yang sudah ditimbang tersebut dimasukkan ke dalam wadah untuk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan.
ü    Ikan yang disimpan tadi kemudian dimasukkan ke dalam sebuah mesin yang disebut separator. Alat ini bertujuan menghancur – leburkan badan ikan sehingga akan terjadi pemisahan daging, kulit, sisik, dan tulang ikan.
ü    Daging yang sudah terpisah tersebut dialirkan ke mesin pencucian A untuk memisahkan ampas yang menempel dari daging ikan. Campuran ini kemudian diaduk merata oleh mesin sehingga permukaan air menyentuh bibir tong. Ketika propeller dimatikan, daging ikan tidak mengendap dan airnya dibuang.
ü    Tahap selanjutnya adalah pencucian kedua di dalam teaching tank yang bertujuan membantu pada saat proses pengurangan kadar air. Cara kerjanya hamper sama dengan mesin pencuci A, hanya saja frekuensi putarannya lebih tinggi yaitu 2 atau 3 kali lebih banyak atau sesuai kebutuhan serta dengan menambahkan air garam.
ü    Daging ikan dari pencucian kedua kemudian ditampung dalam big tank yang berfungsi sebagai penampungan terakhir untuk daging ikan yang telah hancur lebur tadi. Jika sudah berbentuk seperti bubur, daging ikan ini dapat dianggap sebagai bahan baku sudah bersih.
ü    Untuk memisahkan daging ikan dan sisa ampas yang di dalamnya, bubur daging ikan kemudian disaring oleh dinding refiner yang merupakan selimut dan tabung silinder sehingga daging keluar melalui lubang pen sementara sisa ampas akan keluar melalui ujung tabung yang lain.
ü    Surimi tersebut kemudian dicetak dengan mesin yang disebut filling machine. Daging yang digiling dimasukkan ke dalam mesin pencetak yang memiliki ulir berfungsi mendorong daging ke arah cetakan yang berbentuk persegi empat.
ü    Kepingan surimi disusun di atas piring cetakan yang terdapat di dalam freezer. Tumpukan kepingan surimi tersebut kemudian ditekan dengan pompa agar selama proses pembekuan tidak terjadi perubahan bentuk surimi.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

            Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a.                   Ikan yang diawetkan dengan pengasapan hanya mempunyai daya awet yng relative singkat, tergantung kepada kesegaran ikan yang dipakai, lama pengasapan, banyaknya asap yang terserap, serta kadar garam dan kadar air pada produk akhir.

b.                  Surimi adalah salah satu jenis olahan makanan yang bahan dasarnya dengan menggunakan daging ikan hiu.Dalam pengelolaan surimi perlu yang namanya penambahan sukrosa. Selain sebagai penambah kualitas rasa, Namun juga bisa mempertahankan tingkat kerusakan dan kebusukan.


3.2  SARAN

            Dengan penjelasan yang telah dipaparkan di atas, semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua dalam mengelola ikan hiu dan memanfaatkan semuanya tanpa membuang beberapa bagian yang dianggap tidak perlu untuk dikonsumsi.





DAFTAR PUSTAKA

Adi, Moeljanto. 1982. Asap  Kayu  dan aplikasinya untuk perbaikan warna dan pengawetan kayu. Jakarta: Gramedia.

Darmadji, Okada. 1992 Teknologi Asap  Dan Aplikasinya  Pada Pangan Dan Hasil Pertanian. Jakarta: Gramedia.

Young Hun- Park, Girrard. 2008. Kadar benzopyren produk-produk asapan tradisional. Yogyakarta: Kanisius





Tidak ada komentar:

Posting Komentar