BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hiu
adalah sekelompok ikan dengan kerangka
tulang rawan yang lengkap dan tubuh yang ramping.Ikan hiu adalah jenis ikan non-ekonomis yang
kurang diminati untuk dikonsumsi di Indonesia. Jenis ikan ini biasa tertangkap
sebagai ikan hasil tangkapan samping. Masalah pada ikan tersebut adalah
timbulnya aroma pesing ketika dikonsumsi. Bau disebabkan karena ikan tersebut
mengandung urea dalam jumlah yang tinggi (1-2,5%) didalam darah dan
jaringannya, sebagai bagian dalam kemampuannya untuk mempertahankan tekanan
tubuhnya dari tekanan air laut (aktivitas osmoregulasi). Aroma tidak sedap
tersebut menyebabkan rendahnya harga jualnya, sehingga memicu nelayan untuk
mengambil bagian tubuh tertentu saja, yang terbatas pada sirip dan kulitnya,
sedangkan dagingnya dibuang kembali ke laut atau diolah tradisional (sebagian
besar menjadi ikan asin). Upaya
pengolahan ikan hiu menjadi surimi maupun ikan asap dinilai mampu meningkatkan
nilai ekonomisnya.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang
dibahas terkait dengan uraian di atas antara lain:
1. Bagaimana proses pengolahan hiu asap?
2. Bagaimana proses pengolahan daging
ikan hiu menjadi surimi?
1.3
Tujuan
Tujuan dari uraian di atas adalah:
1.
Mengetahui proses pengolahan hiu asap.
2. Mengetahui proses pengolahan daging
ikan hiu menjadi surimi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan asap
Ikan asap merupakan produk akhir
yang siap untuk dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah bisa dikonsumsi.Proses
pengasapan ikan merupakan gabungan aktifitas penggaraman, penggeringan dan
pengasapan. Adapun tujuan utama proses penggaraman dan penggeringan adalah
membunuh bakteri dan membantu mempermudah melekatnya partikel-partikel asap
waktu proses pengasapan berlangsung. Dalam proses pengasapan,unsur yang paling
berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Pada pengasapan
menghasilkan efek pengawetan yang berasal dari beberapa senyawa kimia yang
terkandung di dalamnya (Moeljanto, 1982).
Pengasapan dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas
a. Pengasapan dingin (cold smoking)
adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang akan diasap agak jauh
dari sumber asap (tempat pembakaran kayu), dengan suhu sekitar 40 – 500C dengan
lama proses pengasapan beberapa hari sampai dua minggu.
b. Pengasapan panas (hot smoking)
adalah proses pengasapan ikan dimana akan diasapi diletakkan cukup dekat dengan
sumber asap.Suhu sekitar 70 – 1000C, lamanya pengasapan 2 – 4 jam.
Asap merupakan dispersi uap asap dalam udara, yang dihasikan
dari proses distilasi kering atau pirolisa biomasa seperti kayu cemara , kulit
kayu, tempurung, sabut, bambu, daun, dan lain sebagainya. Namun yang paling
baik untuk digunakan adalah kayu dari pohon cemara. Proses pirolisa ini
berjalan secara bertahap diawali penghilangan
air biomasa pada suhu 120-150°C, diikuti tahap kedua proses pirolisa hemiselulosa
pada suhu 150-200°C, kemudian tahap ketiga proses pirolisa selulosa pada
suhu 250-300 "C, dilanjutkan tahap keempat proses pirolisa lignin pada
suhu 400 oC. Pada tahap lebih lanjut proses pirolisa akan menghasilkan
senyawa-senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi seperti fenol, tar dan
senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang terjadi pada suhu >500 oC.
Hemiselulosa tersusun dari pentosan (C51-1804) dan heksosan
(C6H1005)n. Pirolisa pentosan akan menghasilkan furfural, furan dan derivatnya
bersama-sama dengan rantai panjang asam karboksilat sedangkan pirolisa heksosan
bersama-sama dengan selulosa membentuk asam asetat dan homolognya (Girrard,
2008).
Selulosa merupakan rantai panjang lurus dari molekul gula
atau polisakarida yang tersusun dan unit glukosa sebagai polimer selulosa.
Pirolisa selulosa tahap pertama menghasilkan glukosa, dan reaksi kedua adalah
pembentukan asam asetat dan homolognya, bersama¬sama dengan air dan
kadang-kadang bersama-sama lignin membentuk furan dan fenol.
Lignin terdiri dari sistem aromatik yang tersusun atas
unit-unit fenilpropana. Pirolisa lignin cukup penting karena menghasilkan
flavor yang dihasilkan oleh adanya senyawa-senyawa derivat yang termasuk fenol
dan ester fenolik seperti guaikol dan siringol bersama¬sama dengan homolog dan
derivatnya. Dari basil pirolisa hemiselulosa, selulosa dan lignin tersebut
didapatkan lebih dari 400 senyawa, diantara senyawa tersebut terdapat 48 jenis
asam, 21 jenis alkohol, 131 jenis karbonil, 22 jenis ester, 46 jenis furan, 16
jenis keton, dan 71 jenis penol.
Cara membuat ikan hiu asap
1.
Membersihkan ikan hiu dari kotoran
2.
Membuat larutan garam
3.
Merendam
ikan dalam larutan garam tersebut selama 30 – 60 menit dan beri pemberat di
atasnya agar tidak terapung.
4.
Mencuci
ikan kemudian ditiriskan sambil diangin-anginkan sampai permukaan ikan
kelihatan kering.Penirisan ikan dengan cara menggantung ikan pada kawat.
5.
Menyalakan
kayu bakar dalam rumah asap
6.
Mengatur
ikan di atas rak pengasapan kemudian melakukan proses pengasapan sampai ikan
matang dan berwarna kuning kecoklatan mengkilap.
GRAFIK
Teknologi pengawetan ikan hiu asap
Pada
pengasapan terdapat beberapa proses yang mempunyai efek pengawetan yaitu
penggaraman, pengeringan, pemanasan, dan pengaspannya sendiri.
Ø Penggaraman
Proses penggaraman dilakukan sebelum
ikan diasap. Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak karena
garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan. Penggaraman ini
dilakukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan sekaligus bisa membuat
dagingnya menjadi enak.
Ø Pengeringan
Ikan yang sudah digarami dan
ditiriskan dimasukkan ke dalam rumah asap yang berisi asap panas hasil
pembakaran. Pemanasan secara tidak langsung menyebabkan terjadinya penguapan
air pada daging ikan, sehingga permukaan air dan dagingnya mengalami
pengeringan. Hal ini akan member efek pengawetan karena bakteri-bakteri
pembusuk lebih aktif pada produk-produk berair. Oleh karena itu proses
pengeringan mempunyai peranan yang sangat penting dan ketahanan mutu produk
tergantung kepada banyaknya air yang diuapkan.
Ø Pemanasan
Untuk meningkatkan daya awet ikan,
waktu untuk pengasapan harus diperpanjang. Suhu yang tinggi dapat menghentikan
aktifitas enzim yang tidak diinginkan, menggumpalkan protein ikan dan
mengupakan sebagian air dari dalam jaringan daging ikan. Jadi disini ikan
selain diasapi juga terpanggang sehingga dapat langsung dimakan.
Ø Pengasapan
Pada
pengasapan dingin, produk ikan secara perlahan diasapi dengan temperatur yang
rendah (15-30 oC) untuk mencegah koagulasi dari protein otot. Bahan
dasarnya bisa segar atau beku. Pengasapan dingin biasanya diterapkan di daerah
beriklim sedang. Sedangkan di Indonesia pengasapan dingin jarang digunakan.
Spesies ikan tropis dapat di asap secara dingin pada suhu yang lebih tinggi
dibandingkan spesies ikan yang berasal dari perairan beriklim sedang karena
proteinnya terdenaturasi pada suhu yang lebih tinggi.
Pengasapan panas lebih dirancang untuk meningkatkan aroma
melalui aroma dari asap itu sendiri, dibandingkan untuk pengawetan ikan akibat
asap. Pengasapan panas menggunakan suhu yang cukup yaitu 80-90oC.
Karena suhunya tinggi, waktu pengasapan pun lebih pendek yaitu 3-8 jam dan
bahkan ada yang hanya 2 jam Melalui suhu yang tinggi, daging ikan menjadi masak
dan tidak perlu diolah terlebih dahulu sebelum disantap. Pengasapan panas
pada prinsipnya merupakan usaha penanganan ikan secara perlahan. Pada
pengasapan panas terjadi penyerapan asap, ikan cepat menjadi matang tetapi
kadar air di dalam daging masih tinggi sehingga tidak tahan lama.
Potensi asap dapat memperpanjang masa simpan produk dengan
mencegah kerusakan akibat aktivitas bakteri pembusuk dan patogen. Senyawa yang
mendukung sifat antibakteri dalam destilat asap cair adalah senyawa fenol dan
asam. Senyawa fenol dapat menghambat pertumbuhan populasi bakteri dengan
memperpanjang fase lag secara proporsional di dalam produk, sedangkan kecepatan
pertumbuhan dalam fase eksponensial tetap tidak berubah kecuali konsentrasi
fenol yang tinggi. Fraksi fenol yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri
adalah fenol dengan titik didih rendah. Asam lebih kuat menghambat pertumbuhan
bakteri dari pada senyawa fenol, namun apabila keduanya digabungkan akan
menghasilkan kemampuan penghambatan yang lebih besar daripada masing-masing
senyawa.
Selain senyawa fenol
masih ada senyawa lain yang berperanan menghambat perturnbuhan bakteri yaitu
urotropin sebagai derivat dari piridin dan senyawa pirolignin. Komponen
antioksidatif asap adalah senyawa fenol yang bertindak sehagai donor hidrogen
dan biasanya efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat reaksi
oksidasi. Sifat antioksidatif asap disebabkan oleh fenol (titik didih tinggi)
terutama 2,6 dimetoksifenol, 2-6 dimetoksi-4-metilfenol dan 2-6-dimetoksi-4-
etilfenol. Fenol (bertitik didih rendah) menunjukkan sifat antioksidatif yang
lemah. Derivat senyawa fenol dalam asap cair yang juga bersifat antioksidatif
adalah pirokatekol, hidroquinon, guaikol, eugenol, isoeugenol, vanilin, salisildehid,
asam 2-hidroksibenzoat dan asam 4- hidroksihenzoat (Moeljanto, 1982).
Pengaruh Pengasapan Pada Ikan Yang
Diasap
ü Daya awet ikan
Dengan proses pengasapan dapat
menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri –bakteri pembusuk. Namun jumlah
zat tersebut yang terserap selama ikan diasapi sangat sedikit sekali, sehingga
daya awetnya sangat terbatas.
ü Rupa ikan
Kulit ikan yang sudah diasapi
biasanya akan menjadi mengkilap. Hal ini disebabkan karena terjadinya
reaksi-reaksi kimia diantara zat-zat yang terdapat di dalam asap yaitu
formaldehid dengan phenol yang menghasilkan lapisan dammar tiruan pada
permukaan ikan sehingga menjadi mengkilap.
ü Warna ikan
Warna ikan asap yang baik biasanya
kuning emas sampai kecoklatan dan warna ini timbul karena terjdinya rekasi
kimia antara phenol dari asap dengan oksigen dari udara.
ü Rasa ikan
Setelah diasapi ikan mempunyai rasa
yang sangat spesifik yaitu rasa keasap-asapan yang sedap. Rasa tersebut
dihasilkan oleh asam-asam organic dan phenol.
2.2
Pengolahan Surimi
Surimi adalah daging ikan yang sudah dipisahkan dari sisik
tulang dan kepala serta ampas lainnya. Surimi merupakan produk olahan setengah
jadi (intermediate product) berupa hancuran daging ikan yang mengalami
proses pencucian dengan larutan garam dingin, pengepresan, penambahan food
additive (cryoprotectant) dan pembekuan. Fungsi cryoprotectant adalah untuk melindungi sel dari
kerusakan akibat suhu nitrogen cair yang terlalu rendah. Peralatan pembekuan dan fasilitas
penyimpanan beku penting untuk menjaga kualitas surimi (Okada, 1992).
Adapun cara pengolahannya yaitu
ü Ikan yang akan diolah menjadi surimi
dapat berasal dari berbagai sumber. Langkah awal yang harus dilakukan adalah
membersihkan ikan dengan air dan es agar
kotoran yang menempel dapat dipisahkan dari tubuh ikan. Penggunaan es
dimaksudkan agar protein yang terkandung di tubuh ikan tidak rusak. Setelah
memotong kepalanya, badan ikan ditimbang untuk mengetahui berat bersih bahan
baku tersebut. Daging ikan yang sudah ditimbang tersebut dimasukkan ke dalam
wadah untuk disimpan sementara di dalam ruang penyimpanan.
ü Ikan yang disimpan tadi kemudian
dimasukkan ke dalam sebuah mesin yang disebut separator. Alat ini bertujuan
menghancur – leburkan badan ikan sehingga akan terjadi pemisahan daging, kulit,
sisik, dan tulang ikan.
ü Daging yang sudah terpisah tersebut
dialirkan ke mesin pencucian A untuk memisahkan ampas yang menempel dari daging
ikan. Campuran ini kemudian diaduk merata oleh mesin sehingga permukaan air
menyentuh bibir tong. Ketika propeller dimatikan, daging ikan tidak mengendap
dan airnya dibuang.
ü Tahap selanjutnya adalah pencucian
kedua di dalam teaching tank yang bertujuan membantu pada saat proses
pengurangan kadar air. Cara kerjanya hamper sama dengan mesin pencuci A, hanya
saja frekuensi putarannya lebih tinggi yaitu 2 atau 3 kali lebih banyak atau sesuai
kebutuhan serta dengan menambahkan air garam.
ü Daging ikan dari pencucian kedua
kemudian ditampung dalam big tank yang berfungsi sebagai penampungan terakhir
untuk daging ikan yang telah hancur lebur tadi. Jika sudah berbentuk seperti
bubur, daging ikan ini dapat dianggap sebagai bahan baku sudah bersih.
ü Untuk memisahkan daging ikan dan
sisa ampas yang di dalamnya, bubur daging ikan kemudian disaring oleh dinding
refiner yang merupakan selimut dan tabung silinder sehingga daging keluar
melalui lubang pen sementara sisa ampas akan keluar melalui ujung tabung yang
lain.
ü Surimi tersebut kemudian dicetak
dengan mesin yang disebut filling machine. Daging yang digiling dimasukkan ke
dalam mesin pencetak yang memiliki ulir berfungsi mendorong daging ke arah
cetakan yang berbentuk persegi empat.
ü Kepingan surimi disusun di atas
piring cetakan yang terdapat di dalam freezer. Tumpukan kepingan surimi
tersebut kemudian ditekan dengan pompa agar selama proses pembekuan tidak
terjadi perubahan bentuk surimi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas,
dapat disimpulkan bahwa:
a.
Ikan yang diawetkan dengan pengasapan
hanya mempunyai daya awet yng relative singkat, tergantung kepada kesegaran
ikan yang dipakai, lama pengasapan, banyaknya asap yang terserap, serta kadar
garam dan kadar air pada produk akhir.
b.
Surimi adalah salah satu jenis olahan
makanan yang bahan dasarnya dengan menggunakan daging ikan hiu.Dalam
pengelolaan surimi perlu yang namanya penambahan sukrosa. Selain sebagai
penambah kualitas rasa, Namun juga bisa mempertahankan tingkat kerusakan dan
kebusukan.
3.2
SARAN
Dengan
penjelasan yang telah dipaparkan di atas, semoga bisa menjadi inspirasi bagi
kita semua dalam mengelola ikan hiu dan memanfaatkan semuanya tanpa membuang beberapa
bagian yang dianggap tidak perlu untuk dikonsumsi.
DAFTAR
PUSTAKA
Adi,
Moeljanto. 1982. Asap Kayu
dan aplikasinya untuk perbaikan
warna dan pengawetan kayu. Jakarta: Gramedia.
Darmadji, Okada. 1992 Teknologi
Asap Dan Aplikasinya Pada Pangan
Dan Hasil Pertanian. Jakarta: Gramedia.
Young Hun- Park, Girrard. 2008. Kadar benzopyren produk-produk asapan tradisional. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar